Beranda | Artikel
Hukum Haji Bagi Orang Yang Shalat Kemudian Meninggalkannya
Kamis, 11 Maret 2004

HUKUM HAJI BAGI ORANG YANG SHALAT KEMUDIAN MENINGGALKANNYA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Syaikh yang terhormat. Karena kondisi yang terpaksa dan tanpa keinginan dari saya, maka mengharuskan saya pergi ke luar negeri pada pertengahan Ramadhan. Pada pertengahan pertama Ramadhan, saya berpuasa di negeri sendiri, ketika bepergian saya meninggalkan puasa dan shalat selama 15 hari, selama di negara asing tersebut. Saya mengatakan bahwa mereka adalah bangsa yang terbiasa melakukan hal-hal yang najis dan saya tidak boleh menggunakan kebutuhan mereka, dan saya juga tidak mengetahui arah kiblat. Saya juga tidak makan dan minum apa yang mereka makan dan mereka minum.

Pertanyaan saya, apakah saya sebab meninggalkan shalat dan puasa itu berpengaruh kepada haji yang telah saya laksanakan beberapa tahun silam ? Dan apakah di sana ada hukum atau kifarat agar dosa-dosa saya diampuni Allah ? Mohon penjelasan, semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada Anda.

Jawaban
Meninggalkan shalat dan puasa pada masa tersebut tidak bepengaruh kepada kewajiban haji yang telah kamu laksanakan sebelum itu. Sebab yang membatalkan amal shaleh yang telah dilakukan seseorang adalah ketika dia murtad dan meninggal dalam keadaan murtad. Firman-Nya.

وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah orang-orang yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” [Al-Baqarah/2 : 217]

Adapun perbutan-perbuatan maksiat, maka tidak membatalkan amal shaleh yang telah silam. Tetapi barangkali berkaitan dengan hal-hal lain jika perbuatan maksiat tersebut banyak. Yaitu ketika perbuatan-perbuatan buruk tersebut ditimbang dengan kebaikan-kebaikan sementara sisi keburukannya lebih berat maka akan mendapatkan azab Allah karena keburukannya tersebut.

Atas dasar ini, maka kewajiban Anda adalah segera bertaubat kepada Allah dari meninggalkan shalat dan memperbanyak amal shaleh dan kamu tidak wajib mengqadha shalat menurut pendapat yang kuat. Adapun sebab kamu meninggalkan puasa, maka kamu tidak berdosa karena kamu sedang musafir, sebab orang yang musafir tidak wajib berpuasa tapi wajib mengqadha-nya. Allah berfirman.

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ

Barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” [Al-Baqarah/2 : 184]

Adapaun pernyataanmu dalam menjelaskan alasan meninggalkan shalat sebab kamu tidak mengetahui kiblat, maka pernyataanmu tersebut tidak benar. Apabila kamu tidak melakukan shalat karena sebab tersebut adalah tidak benar. Sebab kewajiban kamu adalah melakukan shalat sesuai kemampuan.

Sebagaimana Allah berfirman.

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ

Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya” [Al-Baqarah/2 : 286]

Kemudian Allah berfirman.

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupan-mu” [At-Taghabun/64 : 16]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Jika aku perintahkan kamu kepada sesuatu, maka lakukanlah sesuai kemampuan-mu” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Sebab jika seseorang berada di suatu tempat dan tidak mengerti kiblat serta tidak ada orang yang dapat dipercaya yang memberitahunya maka dia shalat setelah mencermati arah yang menurut perkiraan kuatnya adalah kiblat dan dia tidak wajib mengulangi shalat setelah itu.

[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i hal. 50 – 54, penerjemah H.Asmuni Solihan Jamakhsyari Lc.]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/443-hukum-haji-bagi-orang-yang-shalat-kemudian-meninggalkannya.html